Tak mudah menjadi mahasiswa berprestasi, apalagi ketika harus membagi waktu antara akademik, kompetisi, dan kehidupan pribadi. Namun, Farhat Huda, mahasiswa Teknik Industri Telkom University Purwokerto, membuktikan bahwa dengan tekad dan strategi yang tepat, segalanya mungkin. Baru-baru ini, ia meraih juara 3 dalam Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) tingkat universitas
Bagi Farhat, semester ini adalah momen krusial. Sebab, Pilmapres hanya bisa diikuti mahasiswa maksimal semester 6. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan terakhirnya, terutama setelah pernah mengikuti ajang serupa di tahun 2024. Dorongan terbesarnya adalah pesan orang tuanya yang selalu mengingatkannya untuk mengambil setiap peluang yang ada. “Kesempatan tidak datang dua kali,” ujarnya.
Bagi Farhat, Pilmapres bukan sekadar ajang kompetisi. Ia melihatnya sebagai kesempatan emas untuk bertemu dengan mahasiswa berprestasi dari berbagai cabang, yang memiliki visi dan misi sejalan. “Koneksi itu penting. Dari acara-acara sebelumnya, aku belajar banyak, termasuk public speaking,” tuturnya. Tak hanya itu, ia juga ingin mematahkan stigma bahwa anak pondok sulit berkembang di luar lingkungannya. Dengan prestasinya, Farhat membuktikan bahwa latar belakang bukan penghalang untuk meraih kesuksesan.
Perjalanan Farhat tidak mulus. Salah satu tantangan terbesarnya adalah kemampuan bahasa Inggris, yang menjadi poin penting dalam seleksi. “Ada sesi dimana kami harus menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris, dan aku sempat kesulitan,” ucapnya. Namun, hal itu justru memacunya untuk terus memperbaiki diri.
Selain itu, ia juga harus pandai membagi waktu di tengah kesibukan persiapan seminar proposal, tugas besar, dan kegiatan di luar kota. Salah satu tahap seleksi Pilmapres adalah presentasi gagasan kreatif. Farhat mengusung program LAPOR PAK, yang ia tambahkan dengan inovasi Artificial Intelligence (AI). “Aku ingin program ini bisa menjangkau seluruh kepolisian di Indonesia, bukan hanya satu daerah,” jelasnya. Ia tak sendirian. Dukungan dari mentor, Muhammad Riski, dan bantuan administratif dari staff kemahasiswaan, Mba Amil, membantunya melalui proses ini dengan lebih percaya diri.
Di tengah kesibukannya, Farhat tetap menyempatkan waktu untuk melepas stres dengan berolahraga lari. “Lari bukan sekadar hobi, tapi gaya hidup. Minimal dua kali seminggu aku melakukannya,” ungkapnya. Ia percaya, di usia 20-an, penting untuk memiliki hobi yang bisa menjadi pelepas penat.
Farhat juga membagikan tips belajar efektif, yaitu memastikan mood baik dengan cemilan favorit dan perut kenyang. “Kalau mood sudah bagus, belajar jadi lebih fokus,” katanya.
Farhat menjelaskan tahapan Pilmapres, mulai dari karantina, seminar, hingga penilaian Prestasi Capaian Umum (PCU). Ia menekankan bahwa prestasi tidak melulu soal juara kompetisi, tapi juga kontribusi di organisasi atau volunteer.
Bicara soal organisasi, Ia berpesan “Organisasi itu penting, tapi yang utama adalah bagaimana dampaknya ke masyarakat. Jangan sampai kita aktif di banyak tempat, tapi tanggung jawab terbengkalai.” Ia menilai, keterlibatan dalam berbagai kegiatan seharusnya tidak sekadar untuk menambah daftar pengalaman, melainkan benar-benar memberi kontribusi nyata.
Pandangan ini sejalan dengan maknanya tentang mahasiswa berprestasi. Menurut Farhat, menjadi mapres bukan hanya tentang koleksi medali atau sertifikat. “Mapres itu tentang menjadi role model bagaimana apa yang kita raih bisa bermanfaat untuk orang lain,” tegasnya. Baginya, prestasi bermakna ketika dapat menginspirasi dan memberikan dampak positif bagi sekitar.Dengan semangat pantang menyerah, Farhat Huda membuktikan bahwa prestasi sejati terletak pada kontribusi nyata. Ia tak hanya berhasil meraih juara, tapi juga menginspirasi banyak mahasiswa lainnya untuk terus berkembang dan memberi dampak positif.

Writer : Vania | Editor : Nabilah