Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini menjadi sorotan utama di berbagai bidang, termasuk dunia kesehatan. Menyadari pentingnya pemahaman terhadap perkembangan teknologi ini, Telkom University Purwokerto menggelar kuliah umum bertema “AI Implementation in Healthcare” pada Selasa (11/11).
Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 80 mahasiswa dari Program Studi S1 Teknik Elektro dan S1 Teknik Biomedis. Acara tersebut menghadirkan dua narasumber berpengalaman, yakni Prof. Dr. Deshinta Arfofa Dewi, dosen sekaligus peneliti dari INTI International University and College, serta Dr. Tri Basuki Kurniawan, seorang data scientist dan senior Python programmer.
Tujuan kuliah umum ini adalah memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang bagaimana teknologi AI diterapkan di bidang kesehatan serta tantangan yang akan dihadapi dalam pengembangannya.
Dalam pemaparannya, Prof. Deshinta menjelaskan bahwa AI merupakan teknologi yang diciptakan untuk menyempurnakan hal-hal yang belum sempurna dari manusia. Menurutnya, mesin kini memiliki kemampuan untuk think (berpikir) dan learn (belajar) dari data historis. Proses pembelajaran tersebut memungkinkan AI untuk membantu manusia dalam mengambil keputusan secara lebih cepat dan efisien.
“AI bukan untuk menggantikan manusia, tetapi untuk membantu. Dengan AI, tugas-tugas yang bersifat berulang tidak perlu lagi dikerjakan oleh manusia. Seharusnya, dengan bantuan AI, kita justru memiliki lebih banyak waktu untuk berinteraksi dan berpikir kritis,” ujar Prof. Deshinta.
Ia menambahkan bahwa setiap kemajuan teknologi membawa dua sisi manfaat dan risiko. Meskipun AI dapat menggantikan beberapa jenis pekerjaan, hal itu tidak seharusnya menimbulkan ketakutan. Sebaliknya, AI dapat menjadi peluang baru bagi manusia untuk mengembangkan kreativitas dan meningkatkan produktivitas.
“Dengan AI, seseorang bisa bekerja seolah-olah memiliki tiga asisten sekaligus. Namun, manusia tetap memegang kendali utama. AI hanyalah alat bantu, bukan pengganti,” tegasnya.
Lebih lanjut, Prof. Deshinta menekankan bahwa penggunaan AI harus diiringi dengan tanggung jawab moral dan intelektual. Menurutnya, manusia tetap bertanggung jawab atas hasil pekerjaan yang dilakukan oleh sistem AI. Karena itu, pemahaman mendalam terhadap cara kerja teknologi ini sangat penting.
“Boleh saja menggunakan AI, tetapi perlu ada proses transfer knowledge. Setiap jawaban atau hasil yang diberikan AI harus dipelajari dan dievaluasi terlebih dahulu. Dengan begitu, kita tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pengembang yang cerdas,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa ketergantungan tanpa pemahaman terhadap teknologi bisa menimbulkan dampak negatif. “AI memang cerdas, tetapi kecerdasannya bergantung pada manusia yang merancang dan melatihnya,” tambahnya.
Sesi berikutnya diisi oleh Dr. Tri Basuki Kurniawan yang menjelaskan berbagai penerapan nyata AI dalam bidang kesehatan. Menurutnya, AI berperan besar dalam meningkatkan efisiensi dan akurasi sistem medis, mulai dari pencatatan data pasien hingga proses diagnosis.
“Tantangan utama dunia kesehatan saat ini adalah bagaimana mencatat dan mengolah data pasien secara cepat dan akurat. AI hadir untuk menjawab tantangan itu,” jelasnya.
Ia menjabarkan tiga peran utama AI dalam bidang medis, yaitu:
- Enhancing Diagnostic, atau meningkatkan kemampuan diagnosis dengan membantu dokter membuat keputusan berdasarkan data yang lebih luas.
- Streamlining Administration, yaitu mempercepat proses administrasi rumah sakit melalui sistem pencatatan otomatis dan efisien.
- Personalizing Patient Care, yakni membantu dokter memberikan perawatan yang lebih tepat sesuai kebutuhan setiap pasien.
Salah satu contoh penerapan AI yang dijelaskan Dr. Tri adalah penggunaan machine learning untuk menganalisis hasil MRI (Magnetic Resonance Imaging). Dengan melatih sistem menggunakan data medis sebelumnya, AI dapat mengenali pola tertentu dan membantu memprediksi kemungkinan penyakit sejak dini.
Meskipun AI membawa banyak manfaat, Dr. Tri juga menegaskan bahwa penggunaannya di bidang kesehatan harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. “AI bekerja berdasarkan data, dan tidak semua data sempurna. Karena itu, hasil keputusan dari AI tetap perlu dikaji ulang oleh manusia,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa kepercayaan terhadap AI akan meningkat jika sistem tersebut mampu menjelaskan alasan di balik setiap keputusan yang diambil. Konsep ini dikenal sebagai Explainable AI atau Edge AI. “Ketika AI bisa menjelaskan mengapa ia memilih suatu keputusan, maka kepercayaan manusia terhadap teknologi ini akan tumbuh,” tambahnya.
Menutup sesi kuliah umum, kedua narasumber sepakat bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam membangun masa depan teknologi AI, khususnya di bidang kesehatan. Mereka mendorong mahasiswa untuk tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga inovator yang mampu menciptakan solusi baru untuk masyarakat.
Prof. Deshinta menilai bahwa generasi muda Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan inovasi yang bermanfaat. “Kalian adalah generasi yang lahir di era digital. Gunakan kesempatan ini untuk berkontribusi melalui karya dan penelitian yang bisa membantu banyak orang,” pesannya.
Kuliah umum ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang penerapan AI di bidang kesehatan, tetapi juga membuka kesadaran mahasiswa akan pentingnya peran mereka sebagai agen perubahan di era digital. Dengan semangat kolaborasi dan tanggung jawab, diharapkan para peserta dapat menjadi bagian dari generasi yang membawa kemajuan bagi dunia medis melalui pemanfaatan teknologi yang etis dan berkelanjutan.
Writer : Vania | Editor : Ella