KEREN! Mahasiswa Telkom University Purwokerto Ciptakan Hidrogel Inovatif untuk Terapi Osteoporosis

Mahasiswa Telkom University Purwokerto (TUP), berhasil lolos tahap pendanaan PKM-RE (Program Kreativitas Mahasiswa – Riset Eksakta) 2025 lewat penelitian berjudul “Formulasi dan Karakterisasi Hidrogel Nanokomposit Berbasis Carboxymethylcellulose (CMC)-Asam Hialuronat-Hidroksiapatit sebagai Kandidat Regenerative Medicine bagi Penderita Osteoporosis.”

Tim yang menamakan diri Hydro-Seekers ini terdiri dari Bagus Satria Nurpriyanto (S1 Teknik Biomedis, ketua), Rheynaldi Wijaya (S1 Teknik Biomedis, anggota 1), Wimar Ardhi Mulyana (S1 Teknik Biomedis, anggota 2), dan Salwa Tegar Cahaya Maharani (S1 Bisnis Digital, anggota 3). Dengan Adanti Wido Paramadini, S.T., M.Eng. sebagai dosen pembimbing.

Rheynaldi atau yang kerap disapa Rhey mengaku bangga sekaligus bahagia saat timnya diumumkan lolos pendanaan. “Rasanya bahagia sekali, dan semoga kerja keras ini bisa mengantarkan kami sampai PIMNAS 2025,” ujarnya pada Rabu, 20 Agustus 2025.

Ide penelitian muncul dari Bagus, sang ketua tim, yang membaca jurnal tentang injectable hydrogel untuk rekayasa jaringan tulang bersama anggota tim lainnya. Melihat tingginya prevalensi osteoporosis yang diperkirakan melonjak drastis pada tahun 2050, tim merasa perlu menghadirkan solusi baru.  

Osteoporosis dipilih bukan tanpa alasan. Penyakit ini sering dianggap wajar sebagai bagian dari penuaan, padahal dampaknya serius: mengurangi kualitas hidup bahkan bisa mengancam keselamatan. “Kami ingin menghadirkan inovasi yang lebih tepat guna dalam membantu regenerasi tulang,” jelas Rhey.

Hidrogel adalah material dengan struktur tiga dimensi yang mampu menyerap air dalam jumlah besar. Dengan tambahan nanokomposit, sifat mekaniknya lebih kuat, biokompatibel, dan aman digunakan.  Tim Hydro-Seekers memilih carboxymethylcellulose (CMC), asam hialuronat, dan hidroksiapatit karena sifat masing-masing bahan yang saling melengkapi. Kombinasi ini diharapkan menjadi kandidat terapi osteoporosis yang efektif dan minim efek samping.

Proposal tim sendiri telah dipersiapkan sejak 2024, melalui diskusi intensif, konsultasi dengan dosen pembimbing, hingga mengikuti webinar penulisan PKM. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Basic Science TUP dan Laboratorium Physics and Instrumentation, dengan estimasi waktu empat bulan.

“Setiap anggota punya tugas masing-masing, tapi fleksibel. Kami saling membantu agar semua bisa berjalan lancar,” kata Rhey.

Kendala utama adalah menyatukan waktu luang anggota tim untuk menyusun proposal bersama. Namun, tantangan ini justru memperkuat komunikasi dan kerja sama. Bagi Rhey, pengalaman ini membuka banyak kesempatan belajar, dari teknis penelitian di laboratorium hingga kreativitas mengelola media sosial tim. “PKM membuat saya belajar lebih banyak tentang riset, kerja sama, dan mengasah potensi diri,” ujarnya.

Ke depan, tim berharap riset ini tidak berhenti di PKM saja. Mereka ingin melanjutkan penelitian hingga tahap uji klinis, serta berkolaborasi dengan lembaga riset dan industri kesehatan.

“Jangan takut mencoba,” pesan Rhey kepada mahasiswa lain. “PKM bukan hanya soal menang, tapi juga proses belajar, berkolaborasi, dan menemukan potensi diri. Dari ide kecil bisa lahir inovasi besar,” tutupnya.

Writer : Musa | Editor : Ella

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link