Inovasi pendidikan kesehatan berbasis teknologi kini mulai menyentuh anak-anak di pelosok desa. Lewat program EduDiabetes AR, anak-anak di Taman Baca Limbah Pustaka, Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, dikenalkan dengan gaya hidup sehat melalui media yang jauh dari kesan membosankan. Teknologi Augmented Reality (AR) menjadi jembatan baru untuk menyampaikan pesan penting tentang kesehatan, termasuk bahaya konsumsi gula berlebih dan pentingnya aktivitas fisik.
Program EduDiabetes AR merupakan bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Telkom Purwokerto yang mulai berjalan sejak awal tahun 2025 dan diinisiasi oleh 4 dosen yaitu Dasril Aldo, S.kom., M.Kom, Yohani Setiya Rafika Nur, S.Kom., M.Kom, Gusnita Linda, S.Sn., M.Hum, dan Muhammad Raffi’u Firmansyah, S.Kom., M.Eng beserta 4 mahasiswa yang turut berkontribusi yaitu Ihsan Maulana, Afifah Naurah H, Elisa Kusumaningsih, dan Muhammad Nafal Fiqrian. Didukung oleh pendanaan hibah dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM), kegiatan ini dirancang untuk berlangsung selama delapan bulan. Dimulai dari observasi dan sosialisasi, kemudian berlanjut ke pelatihan relawan lokal, implementasi teknologi di lapangan, hingga pendampingan dan evaluasi.
Menggabungkan smart flash card dan teknologi AR, program ini memungkinkan anak-anak untuk belajar dengan cara yang lebih menyenangkan dan interaktif. Saat flash card dipindai menggunakan aplikasi EduDiabetes AR di smartphone, akan muncul animasi 3D lengkap dengan narasi edukatif yang menjelaskan anatomi tubuh, pola makan sehat, serta risiko dari minuman manis yang populer di kalangan anak-anak seperti boba dan kopi susu.
“Dengan AR, anak-anak bisa lebih mudah paham karena mereka melihat langsung visualisasi tubuh atau dampak dari gula berlebih. Dibandingkan sekadar mendengarkan ceramah, pendekatan ini jauh lebih efektif untuk usia mereka,” ujar Pak Aldo salah satu anggota tim pelaksana.
Tak hanya meningkatkan literasi kesehatan anak, program ini juga mendorong kemandirian masyarakat lokal. Relawan di taman baca telah dibekali pelatihan teknis agar mampu menjalankan sesi edukasi sendiri. Dengan begitu, kegiatan ini tak berhenti hanya saat tim universitas hadir, tetapi bisa terus berlanjut secara mandiri di komunitas.
Salah satu aspek penting dari program ini adalah fokus pada kelompok usia anak-anak. Menurut tim pengabdian, usia dini merupakan masa paling efektif untuk menanamkan kebiasaan sehat yang akan terbawa hingga dewasa. Anak-anak juga dianggap lebih responsif terhadap metode pembelajaran visual dan interaktif. Selain itu, anak yang memahami pentingnya hidup sehat dapat menjadi agen perubahan kecil di rumah mereka sendiri, bahkan bisa menginspirasi orang tuanya.
“Edukasi kesehatan anak sejak dini adalah langkah preventif terhadap meningkatnya kasus penyakit tidak menular, seperti diabetes, di usia muda. Ini bukan hanya untuk anak-anak, tapi investasi kesehatan jangka panjang bagi masyarakat,” jelasnya.
Lokasi kegiatan, Taman Baca Limbah Pustaka, dipilih karena perannya yang cukup sentral dalam mendukung literasi anak di wilayah pedesaan. Taman baca ini dikelola oleh relawan lokal dan selama ini telah aktif dalam berbagai kegiatan literasi, meskipun memiliki keterbatasan akses terhadap sumber belajar modern.
“Teknologi AR ini bisa menjadi solusi di daerah dengan keterbatasan akses. Tidak butuh internet kuat, cukup satu perangkat dan flash card, semua bisa digunakan berulang kali. Sangat cocok untuk taman baca dan sekolah nonformal di desa,” tambah Pak Aldo.Dengan memadukan teknologi, edukasi, dan pendekatan komunitas, EduDiabetes AR membawa warna baru dalam upaya peningkatan kesadaran kesehatan masyarakat. Pendekatan ini juga menunjukkan bahwa inovasi digital tidak harus eksklusif milik kota besar, tapi bisa diterapkan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat pedesaan.

Writer : Vania | Editor : Linda